SAWO KECIK Koperasi Perempuan Korban Lumpur
17 February 2010
Programme Report

Pada tanggal 13—14 Februari di Wisma Sri Katon, atau yang sering juga disebut dengan Wisma Polda Jatim atau Rum Watik, dilangsungkan pelatihan koperasi bagi perempuan. Para peserta merupakan anggota kelompok microfinance yang dikelola oleh Lafadl Initiatives dan sudah berjalan sejak lebih dari setengah tahun. Peserta berasal dari beberapa desa yang terkena dampak lumpur Lapindo, yaitu Jatirejo, Renokenongo, Kedungbendo, dan Gempolsari.

Secara faktual sebenarnya koperasi sudah berjalan, akan tetapi belum memiliki susunan kepengurusan dan pembagian tugas yang rinci. Sebelum diadakan pelatihan, (calon) koperasi perempuan ini sudah memiliki dua divisi, yaitu divisi simpan-pinjam yang merupakan kelanjutan dari program microfinance, dan divisi usaha yang baru didirikan oleh para anggota berdasarkan peluang usaha yang ada di Porong. Setelah melalui beberapa kali pembicaraan, para anggota memutuskan untuk mendirikan usaha berjualan pulsa hand phone.

Pelatihan dua hari tersebut, selain bertujuan untuk mematangkan pemahaman bersama mengenai koperasi, juga untuk membentuk koperasi secara resmi dan pemilihan kepengurusan. Pada hari pertama acara diawali dengan perkenalan, kontrak belajar, serta berbagai jenis permainan yang masih memiliki hubungan dengan keberadaan koperasi dan organisasi di komunitas. Bertindak sebagai Fasilitator adalah Ari Ujianto dari Desantara dan Yanto dari Koperasi Tri Giri Asih (TGA), Jakarta.

Ada banyak permainan yang dibawakan dalam pelatihan koperasi ini. Salah satunya adalah permainan berbagi visi. Dalam permainan ini para peserta membentuk lingkaran dengan saling membelakangi dan berpegangan tangan dengan orang yang berada di dekatnya. Setelah itu oleh fasilitator, para peserta disuruh untuk melihat benda apa saja yang ada di depannya dan kemudian secara bersama-sama mengambilnya dengan syarat lingkaran tidak boleh terputus dan semua peserta yang ada dalam ikatan lingkaran harus mendapatkan benda apa yang dilihatnya.

Pada kesempatan pertama, permainan ini gagal karena lingkaran terputus dan benda-benda yang dilihat oleh para peserta ada yang terlalu jauh dan terlalu besar seperti kursi. Pada kesempatan kedua para peserta tampaknya mulai belajar, ada yang bertindak memberi komando dan bagi yang tadinya memikirkan benda yang besar, ia menurunkan benda yang dipikirkannya menjadi benda yang lebih kecil, bagi yang tadinya memilih benda yang jauh, mereka mengubahnya ke benda yang lebih dekat dan terjangkau, hingga pada akhirnya semua peserta dapat mengambil benda yang diinginkannya dengan lingkaran tetap dalam keadaan utuh.

Dua orang peserta ditutup matanya untuk permainan membuat titik dalam lingkaran dengan dipandu oleh teman kelompoknya

Setelah permainan para peserta diminta untuk menyatakan apa yang mereka rasakan dan pikirkan dari permainan berbagi visi tersebut, terutama apabila dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Ada beberapa hal yang terungkap dalam disksusi itu, misalnya, ada yang berpendapat bahwa permainan itu mengasyikkan dan bikin ketawa, ada yang melihat bahwa kebersamaan dan keterikatan sangat dibutuhkan, ada yang berpendapat bahwa ikatan lingkaran putus karena ada anggota yang ingin menang sendiri, ada yang menyatakan bahwa salah satu prinsip permainan tersebut adalah belajar menghargai orang lain, gotong-royong, pentingnya koordinasi, dan masih banyak lagi nilai-nilai yang terekspos dari permainan berbagi visi tersebut.

Pada hari pertama beberapa permainan diadakan untuk mengeksplorasi dan mencairkan suasana hingga membuat peserta lebih mengenal antara yang satu dengan yang lain sembari mulai mengekesplorasi berbagai hal dalam koperasi yang memang nilai-nilainya terdapat dalam permainan-permainan yang diadakan.

Hari pertama ditutup dengan berbagi pengalaman dengan Yanto dari Koperasi TGA mengenai segala macam seluk-beluk koperasi, mulai dari pinjaman, bungan pinjaman, hak dan kewajiban anggota dan pengurus, strategi dan aturan merekrut anggota baru, dan macam-macam lainnya.
Hari kedua adalah hari yang lebih menantang karena para peserta, dengan dipandu oleh fasilitator, diajak untuk merumuskan sendiri koperasi yang mereka inginkan berdasarkan apa yang sudah mereka ketahui selama ini dan berdasarkan materi yang sudah diselenggarakan pada hari sebelumnya. Selain perumusan aturan main koperasi, hal lain yang dibicarakan dalam pertemuan di har kedua adalah mengenai nama dan kepengurusan koperasi.

Para peserta dengan serius mendiskusikan aturan-aturan koperasi dalam kelompok yang nantinya akan mereka presentasikan dalam rapat 

Ada banyak usulan nama yang masuk, misalnya Koperasi Perempuan Korban Lumpur, dengan pertimbangan bahwa nama itu kelak akan mengingatkan para anggota kepada momen banjir lumpur yang telah menyatukan mereka; ada usulan nama Koperasi Perempuan Linggis Kambang (artinya: linggis yang mengambang), yang menurut salah seorang peserta, Mbak Nanik, berarti bahwa sesuatu yang mustahilpun seperti linggis yang mengambang akan bisa tercapai dengan kerjasama; serta nama Sawo Kecik. Pada akhirnya setelah melalui perdebatan dengan masing-masing pengusul menyampaikan argumentasi atas usulannya, maka diputuskan bahwa koperasi bernama SAWO KECIK dengan tag line Koperasi Perempuan Korban Lumpur.

Sebagai ketua koperasi terpilih Mbak Fitri yang berasal dari Desa Jatirejo sekaligu merangkap sebagai koordinator divisi usaha, sekretaris Lilik Kaminah dari Desa Renokenongo, bendahara Nanik dari Desa Kedungbendo, serta Mbak Lastri dari Desa Gempolsari sebaga koordinator divisi simpan-pinjam.

Dalam penutupan pelatihan ini, terungkap bahwa ke depan yang menjadi tantangan yang tidak ringan bagi koperasi ini adalah menjalankan sistem yang telah disepakati serta mengembangkan koperasi agar dapat memberikan manfaat bagi kalangan yang lebih luas di daerah sekitarnya, karena meskipun ada tag line ‘Koperasi Perempuan Korban Lumpur’, ke depan para anggota sepakat bahwa koperasi terbuka bagi semua perempuan, bukan hanya mereka yang menjadi korban lumpur Lapindo.

Bosman Batubara