Dilema Politik Multikuluturalisme di Indonesia Kontemporer* |
Oleh Hasrul Hanif** | Minggu, 17 Pebruari 2008 |
Dominasi Mayoritas, Marjinalisasi Minoritas dan Kriminalisasi Keberbedaan
Klaim Indonesia sebagai sebuah bangsa yang mampu menjunjung nilai-nilai demokratis tampaknya layak digugat karena satu alasan yang sangat mendasar, yaitu: gagalnya berbagai mekanisme demokrasi yang ada untuk menjadi sarana yang efektif dalam mengelola berbagai keragaman dan konflik dalam masyarakat yang plural. Kita terlalu hirau dengan hiruk pikuk berbagai aktivitas untuk menginstalasi demokrasi prosedural dan mengembangkan berbagai sarana untuk memastikan para elit berkontestasi merebut jabatan publik secara fair belaka melalui mekanisme pemilu,dsb. Pada saat yang bersamaan kita telah gagal mengembangkan mekanisme demokrasi sebagai bagian dari manajemen konflik. Kita gagal menciptakan mekanisme demokrasi yang bisa menjadi sarana negosiasi untuk mencapai konsensus dan arena melting pot berbagai kepentingan yang pasti akan muncul begitu beragam dalam masyarakat yang memiliki pelbagai identitas kolektif.
Kegagalan tersebut telah memberikan dampak yang serius dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebagai sebuah bangsa yang majemuk dengan menguatnya segregasi sosial dan kekerasan kolektif. Berbagai peristiwa yang berlangsung sepanjang tahun 2007 menunjukkan interaksi sosial yang muncul justru menandai semakin kuatnya polarisasi sosial. Alih-alih bangsa ini mampu membangun konsensus dalam masyarakat yang multi kultur, diskonsensus dan ko-eksistensi kini justru yang lebih mewarnai relasi sosial yang ada. Bahkan dalam momen-momen tertentu berbagai diskonsensus dan ko-eksistensi tersebut telah bertransformasi menjadi kekerasan kolektif. Bahkan kekerasan kolektif tersebut tak jarang bisa dikagetorisasikan sebagai kekekerasan melawan kemanusiaan (violence against humanity).
|
Selengkapnya » |
Oleh Achmad Uzair (Pegiat Lafadl) | Kamis, 07 Pebruari 2008 |
The Changing Conception of Poverty and Public Intervention in Elizabethan England
Introduction
Definition of poverty and of those considered as poor has been one of main concerns in the development studies. It is believed that a right definition will be a milestone to inform policy makers to take an appropriate intervention to deal with poverty alleviation. Along with the rising concerns and discourse about poverty and development, many efforts has been recently undertaken to deal with the definition of poverty, its categorization, and intervention to tackle with it. Since the end of World War II, when the discourse was being introduced, we have been offered different approaches to poverty and panaceas to alleviate it. However, it is not much quoted that concerns and business of poverty are actually not quite a new phenomenon. Attempts to do so have already been prevalent in the era so-called Elizabethan Period, a time widely believed as Englands golden age. Nonetheless, compared with articles on the discourse on poverty in contemporary era, there are not much written about the issue in this period.
|
Selengkapnya » |
Oleh lafadl initiatives | Kamis, 07 Pebruari 2008 |
FORUM INTERSEKSI 2007 TERSELENGGARA ATAS KERJASAMA ANTARA YAYASAN INTERSEKSI,PERKUMPULAN LAFADL INITIATIVES, PERKUMPULAN PERGERAKAN, DAN PERKUMPULAN INISIATIF
Yayasan Interseksi bekerjasama dengan Perkumpulan Lafadl Initiatives Yogyakarta, Perkumpulan Inisiatif, Bandung, dan Perkumpulan Pergerakan Bandung, akan menyelenggarakan putaran ke-7 Forum Interseksi 2008 di Yogyakarta pada bulan Maret 2008 (tentatif). Tema umum Forum Interseksi 2008 adalah Kaum Muda Indonesia Pasca Orde Baru. Seperti biasa, Forum ini terbuka bagi kalangan generasi muda (di bawah 40 tahun), tidak peduli etnis, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, dan nasionalitasnya. Syarat utamanya adalah menulis makalah yang sesuai dengan tema umum Forum Interseksi 2008 untuk mengikuti selekasi pemilihan peserta oleh panitia di Yayasan Interseksi. Di samping itu, seperti tahun 2007 yang lalu, setiap peserta harus menanggung sendiri biaya transportasi ke dan dari lokasi penyelenggaraan Forum Interseksi. Biaya di luar itu, kecuali pengeluaran personal, akan ditanggung oleh panitia.
|
Selengkapnya » |
Kelas Belajar Multikulturalisme |
Oleh Administrator | Selasa, 29 Januari 2008 |
Realitas keragaman Indonesia selama ini barangkali sudah disadari oleh sebagian besar bangsa Indonesia, baik di level negara maupun masyarakat sipil. Slogan bhineka tunggal ika, berbeda-beda tapi tetap satu jua, yang diajarkan secara resmi oleh negara melalui lembaga pendidikan menjadikan keragaman bangsa ini sebagai sesuatu yang alamiah dan akrab di telinga para generasi muda pengeyam pendidikan yang jumlahnya semakin hari semakin naik. Selain itu media masa yang semenjak reformasi semakin naik jumlahnya juga turut serta dalam menanamkan kesadaran akan keragaman yang menjadi ciri tak terbantahkan dari Indonesia. Hanya saja, yang menjadi persoalan adalah bahwa kesadaran akan keragaman tersebut belum disertai dengan respon masyarakat sipil yang bijak dan formulasi kebijakan negara yang tepat. Hal ini terbukti dengan masih banyak ditemukannya diskriminasi terhadap minoritas-minoritas tertentu, baik itu minoritas etnis, agama, maupun ekonomi. |
Selengkapnya » |
Hak Minoritas: Multikulturalisme Dan Dilema Negara Bangsa |
Oleh Sahrul (Aktivis Lafadl) | Kamis, 27 Desember 2007 |
Pada hari rabu, 12 desember 2007, Lafadl Initiatives mengadakan bedah buku Hak Minoritas: Multikulturalisme Dan Dilema Negara Bangsa. Buku ini merupakan buku kedua mengenai hak minoritras Yang diterbitkan Yayasan Interseksi. Buku pertama berjudul Hak Minoritas: Dilema Multikulturalisme di Indonesia. Bedah buku ini menghadirkan pembicara Nanang Indra Kurniawan (dosen Fisipol UGM) dan Heru Prasetia (pegiat Lafadl Initiatives dan salah satu penulis dalam buku Hak Minoritas).
Diskusi ini dimulai dengan penjelasan Nanang mengenai latar belakang munculnya wacana mengenai multikulturalisme. Multikulturalisme merupakan wacana yang muncul untuk menjawab permasalahan masyarakat kontemporer mengenai pluralitas (keberagaman) identitas. Permasalahan keberagaman yang terbangun atas logika coexistence, oleh wacana multikulturalisme coba diubah menjadi logika exchange. Logika coexistence menganggap identitas itu berbatas antara satu dengan yang lain sedangkan logika exchange menganggap tidak ada batasan yang tegas antara identitas satu dengan yang lain, semua identitas memiliki potensi untuk melebur.
Nanang mengilustrasikan permasalahan ini seperti yang terjadi pada masyarakat Amerika Serikat (AS) pada awal kemunculannya. Masyarakat AS merupakan masyarakat yang terbangun atas berbagai identitas (imigran) yang berbeda. Mereka bertemu di ruang yang baru dengan tradisi budaya yang berbeda. Ada keyakinan dari para imigran bahwa apabila mereka saling menonjolkan kebudayannnya maka masyarakat baru itu akan menjadi masyarakat yang penuh konflik. Kemudian lahirlah konsep kebijakan yang disebut melting pot, kebijakan yang memberi ruang apresiasi bagi identitas-identitas yang berbeda tersebut.
|
Selengkapnya » |
|
<< Awal < Sebelumnya 1 2 3 Berikutnya > Akhir >>
|
Hasil 1 - 5 dari 11 |
|
|
|
-
Lost in Fes
By Uzair Fauzan For strangers, getting lost in a foreign country is a nightmare. It creates a feeling of being insecured, a worry of not being able to go to the destination place or go back...
-
FORUM INTERSEKSI
FORUM INTERSEKSI 2007 TERSELENGGARA ATAS KERJASAMA ANTARA YAYASAN INTERSEKSI,PERKUMPULAN LAFADL INITIATIVES, PERKUMPULAN PERGERAKAN, DAN PERKUMPULAN INISIATIF Yayasan Interseksi bekerjasama dengan Perkumpulan Lafadl Initiatives Yogyakarta, Perkumpulan Inisiatif, Bandung, dan Perkumpulan Pergerakan Bandung, akan menyelenggarakan putaran ke-7 Forum...
-
?Budaya Kerja? NGO dengan Korporasi
Oleh Bosman Batubara (Exploration Geologist PT KPC, tulisan ini refleksi pribadi) Tanpa bermaksud melepaskan diri dari diskusi dan perdebatan mengenai ideologi, tulisan ini hendak memaparkan mengenai beberapa hal yang sempat terekam oleh penulisnya sehubungan dengan ?budaya kerja?,...
|
|
|
Sajak-Sajak Sepatu Tua
Adalah satu dari sekian kumpulan sajak-sajak Rendra. Telah diterbitkan sebanyak ... |
|
|
|
|
|